PT Quantindo Widjaya Adhirajasa sekali lagi menjalankan onsite training di Pulau Taliabu, dimana pada tahun sebelumnya PT Quantindo melatih tim PT Terradrone Indonesia di site tambang besi milik PT Bintuni Megah Indah ini. (Berita akan dituliskan dalam review tersendiri)
Yang membedakan saat ini adalah, yang dilatih adalah tim internal PT Bintuni Megah Indah (BMI) yang melakukan investasi untuk teknologi eVTOL UAV Fixed WIng Lidar untuk melakukan di area penerbangan mereka yang memang masih dalam proses eksplorasi, masih belum banyak bukaan akses dan memang kondisi nya ekstrem.
Penerbangan lidar di daerah yang masih pada vegetasi nya memang sangat menantang, dan tentunya tidak bisa sembarang terbang untuk melakukan akuisisi data lidar. Jika altitude terlalu tinggi, maka data yang dihasilkan tidak akan memenuhi standar pengolahan data atau bagi sebagian expert dianggap fail atau malpraktik.
Pada Trinity F90Plus, lidar yang digunakan adalah sensor Livox, dengan altitude tinggi maksimum adalah 140 meter. Maka altitude tertinggi yang bisa ditolerir oleh Trinity untuk akuisisi data lidar adalah 110 – 120 meter di area yang belum terbuka, dan 90-100 meter untuk kualitas yang benar-benar bagus. Hanya biasanya operator mementingkan keamanan penerbangan ketimbang melakukan penerbangan dengan resiko crash.
Disinilah fitur terrain following berfungsi, namun dengan catatan, WAJIB MENGGUNAKAN ELEVASI DEM yang telah lebih dahulu diambil pada pemetaan rona awal RGB. Disinilah akhirnya ditemukan jawaban mengapa pada eVTOL UAV Fixedwing Trinity F90Plus, tidak diintegrasikan dengan kamera RGB pada lidarnya. Ternyata memang harus dilakukan pemetaan RGB dahulu untuk mendapatkan DEM terupdate, baru misi lidar dilaksanakan dengan merujuk pada data elevasi pada DEM terupdate tersebut untuk penerbangan yang aman di altitude rendah.
Untuk Inertial Measurement Unit (IMU) dari Trinity F90Plus mengandalkan triple IMU sehingga tidak diperlukan lagi proses Weight Balance fixed wing sebelum melakukan penerbangan, atau mengatur posisi banking pesawat, serta pekerjaan kecil lainnya yang menghabiskan waktu untuk persiapan penerbangan.
Dan operator pun akhirnya terbantu, karena pesawat akan beroperasi berdasarkan algoritma yang sudah di setup oleh para engineer Quantum Systems, dengan memperhatikan standar fotogrametri sampai dengan keakurasian.
Untuk Lidar yang dibawa, IMU pada Qube 240 Lidar Systems menggunakan Applanix APX15 dan sudah mengakomodir untuk akuisisi data kecepatan tinggi. Dan dari sinilah menjawab mengapa data dari lidar Qube240 lebih baik dan lebih bagus ketimbang sensor Livox yang ada di wahana lain, apalagi jika dibandingkan dengan yang sama-sama menggunakan fixed wing.
Sayangnya pada pelatihan kali ini, Owner PT Quantindo tidak berkesempatan untuk melakukan penerbangan lidar secara langsung seperti pada saat melaksanakan pelatihan dengan PT Terradrone Indonesia diarea ini. Pasalnya tim yang berangkat terlebih dahulu masih belum menyelesaikan pemetaan RGB untuk mendapatkan DEM terupdate di area yang akan disurvey oleh Lidar, namun pelatihan penerbangan lidar dilakukan di area port agar tim surveyor bisa terlebih dahulu mengoperasikan lidar.
Pelatihan penggunaan sensor Lidar pada Trinity F90Plus dilakukan dengan pemetaan di area Port milik PT Bintuni Megah Indah (BMI) di Pulau Taliabu.
Pada misi penerbangan ini, dilakukan pemetaan area lidar selama 36 menit untuk memetakan 218 hektar area port. Dan penerbangan dilakukan dengan tinggi terbang 100 meter AGL menggunakan basis data elevasi dari DEMNAS, mengingat data SRTM untuk Pulau Taliabu sendiri tidak tersedia.
Dan setelah operator memahami karakteristik pengoperasian Trinity F90Plus, pada hari ketiga operator mencoba menyelesaikan misi pemetaan fotogrametri untuk mendapatkan data elevasi terupdate untuk setiap Area Of Interest (AOI) yang ada di site PT MBI di Pulau Taliabu.
Hanya saja kendala angin kencang pada area of interest memaksa Trinity harus terbang berhadapan dengan angin diatas 10-13 meter per detik. Dan sampai hari pelatihan selesai, proses pemetaan fotogrametri belum selesai.
Dari hasil onsite training ini, operator PT Bintuni Megah Indah melihat langsung dan mengalami langsung fitur-fitur safety Trinity F90Plus disaat pemetaan fotogrametri mereka jalankan. Yakni ketika Trinity beradaptasi secara otomatis dengan kondisi angin yang berubah-ubah dan pada posisi angin kencang, serta bagaimana Trinity F90Plus tetap berusaha menuju titik home meskipun berhadapan dengan angin diatas 10 meter/ detik.
Hanya saja, yang dapat membantu mereka adalah fitur safe return path dan continous mission untuk digunakan di area yang ekstrem seperti di Pulau Taliabu. Karena di area ini, penerbangan bisa secara otomatis masuk ke mode failsafe oleh karena angin kencang, angin lembah dan GPS LOST akibat lebatnya vegetasi atau interferensi dari kandungan mineral (berlaku untuk penerbangan rendah).
Selanjutnya tim operator PT Bintuni Megah Indah, akan melanjutkan misi mandiri mereka untuk melakukan pemetaan fotogrametri guna menghasilkan DEM ter update yang wajib dijadikan referensi untuk penerbangan rendah menggunakan terrain following. Dan berita ini pun akan berlanjut saat mereka menjalankan misi lidar menggunakan fixed wing di area perbukitan dengan kontur yang ekstrem.
0 Comments