Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutakhirkan kinerja aerial surveyor untuk meningkatkan kualitas data peta kehutanan dan lingkungan hidup di Indonesia, yakni dengan mengadakan pelatihan penggunaan teknologi Electric Vertical Take Off Landing (e_VTOL) Unmanned Aerial Systems (UAS) dari Quantum Systems GmbH.
Teknologi UAS ini akan menjadi alat kerja bagi Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Samarinda untuk melakukan beberapa tugas pemetaan khusus wilayah hutan dan pemanfaatan lingkungan di seluruh wilayah NKRI, dan untuk tahap awal pelatihan penggunaannya, BPKH Wilayah IV Samarinda dan Kalimantan Forestry (KALFOR) Project yang diinisiasi dari United Nation Development Programs (UNDP), melakukan pelatihan pemetaan di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari di Balikpapan dan titik penerbangan menggunakan Quantum Systems Trinity F90Plus yang dilengkapi oleh ADSB Active ini di lakukan di Titik Nol Ibu Kota Nusantara, yang ditetapkan sebagai Ibukota baru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelatihan ini sendiri diselenggarakan oleh Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) Region Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan PT Quantindo Widjaya Adhirajasa selaku Agen Tunggal Pemegang Merk Quantum Systems GmbH di Indonesia.
Mengutip dari pernyataan Pembina APDI – Bapak Fajar Adriyanto, Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) adalah perkumpulan terbesar para pilot drone di Indonesia, telah berbuat banyak untuk kemajuan Drone Indonesia di berbagai bidang seperti pelatihan, sertifikasi, penanggulangan bencana, hobi, profesi, seni, olahraga, pertahanan serta berbagai even Nasional. Seiring kemajuan teknologi Drone, sudah saatnya APDI mulai memajukan bagian / divisi Litbang (Penelitian dan pengembangan) untuk membuat eksperimen menuju usaha kemandirian produksi Drone di dalam negeri.
Asosiasi Pilot Drone Indonesia juga menjalankan jasa sertifikasi bagi para pilot drone profesional yang menjalankan kegiatan pemetaan udara untuk mendapatkan Lisensi Remote Pilot dari otoritas yang berwenang di Indonesia, sementara PT Quantindo Widjaya Adhirajasa fokus pada pelatihan penggunaan produk UAS Quantum Systems di Indonesia yang disesuaikan dengan karakteristik misi tiap klien pengguna serta mendidik kedisiplinan dan kepatuhan operator untuk mengoperasikan produk Quantum Systems GmbH di wilayah udara Indonesia.
Pada pelatihan yang diselenggarakan di Balikpapan, para peserta diajarkan metode penerbangan standar serta sertifikasi penggunaan masih dibatasi dibawah radius 5 kilometer, meskipun pada prakteknya ada beberapa penerbangan yang sifatnya Beyond Visual Line Of Sight (BVLOS).
Seluruh aerial surveyor juga lebih banyak diajarkan untuk melakukan simulasi perencanaan, plotting survey menggunakan pesawat fixed wing, penanganan emergency landing di software QBASE, skenario perubahan angin serta potensi-potensi crash di saat perencanaan. Sebab pada sistem Quantum Systems QBASE, semua sisi safety penerbangan berdasarkan aturan penerbangan sudah secara otomatis ter check list, dan jika ada potensi kesalahan, sistem akan meminta konfirmasi ke operator sebelum penerbangan di eksekusi.
Pada hari kedua dan ketiga, tim melakukan praktek terbang langsung sesuai dengan karakteristik misi yang akan dijalankan setelah pelatihan selesai. Target utama mereka adalah pemetaan Ibukota Nusantara seluas hampir 300.000 hektar. Penerbangan demi penerbangan dilakukan langsung oleh para peserta yang telah terbagi secara tim, dan semua penerbangan dilakukan secara aman tanpa adanya kendala teknis.
Dari pelatihan ini, PT Quantindo menanamkan misi untuk merubah metode aerial survey yang tetap berlandas pada keselamatan kerja, yakni dengan meningkatkan situational awareness para aerial surveyor terhadap posisi take off landing, karakteristik area operasi, kendala cuaca (karena di Indonesia masih banyak hujan lokal) per jarak akuisisi data. Yang lebih penting adalah masalah akurasi hasil survey yang sangat bergantung pada ketinggian pesawat survey, batasan kamera, lalu jarak radius jelajah dimana akan banyak terjadi perbedaan pada akurasi peta, mulai dari permasalahan shifting, noise, pergeseran foto akibat perubahan angin.
Dengan menanamkan pemahaman tersebut, para peserta khususnya dari BPKH IV Samarinda mulai memahami bahwa dalam melakukan aerial survey terdapat banyak batasan teknis yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kualitas data yang terbaik agar dapat dijadikan sebagai data awal program pembangunan kawasan hutan ke depan. Dan tentunya, setelah pelatihan selesai dilakukan, para peserta dapat melakukan misi secara mandiri tanpa adanya ketergantungan kepada trainer dan pabrikan, serta dapat melakukan misi pemetaan kapan pun tanpa harus menunggu proses tender konsultansi yang tentunya memakan waktu dan terkadang hasilnya tidak sesuai dengan seperti yang diharapkan.
0 Comments